Rabu, 19 Januari 2011

Cerpen : REJEKI TAK PERNAH LARI

 Siang yang terik. Tiga orang anak melangkah lesu. Gadis kecil memakai kacamata minus bernama Alin. Anak lelaki bertubuh gendut dipanggil Jaka. Yang terakhir paling tinggi, namanya asep.
 "Uh, panas sekali," keluh asep menyeka peluh di dahinya.
 "Namanya juga musim kemarau," tukas Jaka sibuk mengipas dengan topinya. 
Alin hanya diam. Dalam hati ia membenarkan pendapat kedua temannya.
 "Ngomong-ngomong, ada yang punya uang, nggak? traktir dong, uang ku habis buat jaja," 
iseng-iseng jaka bertanya.
 "Kamu sih tukang makan. Beli bakso aza sampai tiga kali," olok Asep kepada Jaka yang memang gembul.
  "Biarin. kamu sendiri sisa nggak uang jajannya ?"
 "Tongpes, kantong kempes," jawab asep nyengir.
 "Huu ...," Jaka mencibir, "kamu Lin?" Yang ditanya juga menggeleng. Jaka mengeluh panjang pendek. Menyesali dirinya yang menghabiskan uang jajan di sekolah. "Padahal, panas-panas begini, paling asyik minum es cendol Mang Ucup di perempatan. Sedaaaap!"
"Kalau begitu, kita balapan saja, deh. Biar cepat sampai di rumah," usul Asep kepada teman-temannya.
"Setuju! Itung-itung ngurusin badan," timpal Jaka, lalu menoleh ke arah Alin. "Lo mana tuan putri kita ?" Keduanya celingak-celinguk. Ternyata Alin tertinggal jauh di belakang. Ia melambaikan tangan, memberi isyarat untuk mendekat.
 "Ada apa, ya?" gumam Jaka sambil memandang Acep. Tak lama kemudian mereka segera menghampiri Alin.
 "Lihat yang kutemukan," Alin menyodorkan tangannya.
 " Dompet! Wow!" seru Asep dan Jaka serempak. Dompet itu tampak mahal. Pasti milik orang kaya. Uh, jadi penasaran.
 "Ada uangnya nggak, Lin?" Asep bertanya cepat.
"Belum kubuka," jawab Alin.
"ayo, kita lihat sama-sama," desak Jaka. Alin agak ragu. Hati kecilnya melarang. Tetapi kedua temannya tampak tak sabar lagi. Alin membuka dengan perlahan. Isi dompet itu tidak begitu banyak.
 "Kartu ATM, Credit Card, KTP dengan nama Ahmad Bustomi," Alin memeriksa teliti, "dan uang seratus ribu dalam bentuk pecahan dua puluh ribuan."
 "Sip!" Jaka berbinar senang. "Uangnya kita ambil, dompetnya buang saja,"
"Jangan," Asep menyela, "kita serahkan pada pemiliknya, kan, ada KTP. Siapa tahu dapat hadiah atau imbalan."
 "Nggak ah, usulku lebih praktis. Haus, nih," sahut Jaka.
 "Dasar gendut! Itu nyolong namanya."
 " Eh, nuduh. Pokoknya usulku."
 "Usulku!"
 "Sudah, jangan bertengkar," Alin melerai, "Ini hasil temuanku, jadi biar aku yang menentukan.
 "Asep dan Jaka tertegun mendengar kalimat tegas Alin. Keduanya menunggu keputusan Alin.
 "Dompet ini kuserahkan pada pos polisi terdekat, kalian setuju, kan?" Alin menatap keduanya. Asep dan Jaka hanya bisa mengangkat bahu. Meski perempuan, Alin terkenal tegas dan teguh pendirian. Tak ada gunanya bila coba-coba mempengaruhi. akhirnya mereka pun menuju pos polisi yang bejarak kurang 30 meter dari tempat itu. Kedua temannya mengikuti dengan langkah gontai.
Mereka disambut dengan ramah. Setelah menceritakan kejadian secara singkat, mereka disuruh mengisi formulir berita. Alin yang mewakili, ia menulis alamat rumahnya pada kolom alamat penemunya.
 Sebulan kemudian.......
Disekalah Alin beredar berita burung. Gosip itu menimpa Alin, sang ketua kelas. Ada yang mengatakan Alin orang yang serakah, ingin menang sendiri, sok, kuasa, dan lain-lain. Alin kebingungan. Ia berusaha mencari tahu sumber kabar kabur tersebut.
 Ternyata biang keladinya adalah Asep dan Jaka. Alin segera menemui mereka di belakang sekolah.
 "Kenapa sih, kalian ini? Kok, begitu sama teman sendiri?"
 "Lo, bukannya itu kenyataan?"Jaka balik bertanya.
 ""Masa sifatku sejelek itu," Alin mendesah, "Kalian bilang aku serakah dan ingin menang sendiri. Selama jadi ketua kelas, aku selalu bermusyawarah bila ada masalah."
"Ini tidak ada sangkut pautnya dengan jabatanmu." bentak Asep
"Lantas apa?" Alin kebingungan
"Pikirkan sendiri," keduanya meninggalkan Alin. Alin merasa sangat sedih. Kawan-kawan dekatnya malah menuduh yang bukan-bukan. Bunyi lonceng terdengar. Tanda istirahat telah selesai. Alin melangkah lesu, menuju kelas dan tidak semangat lagi untuk belajar.
"Selamat siang anak-anak"
"Siang, Paaaaaak...!" Anak-anak menyambut serempak. Terheran-heran saat pak Budiman, wali kelas mereka masuk diiringi seorang Polisi.
"Kita kedatangan tamu istimewa pada hari ini, supaya tidak penasaran langsung saja pak polisi yang menjelaskannya" Pak budiman berkata ramah. 

"Terima kasih," Polisi itu pun tersenyum.

"Begini pada bulan yang lalu ada beberapa teman kalian yang berbuat baik, mereka menyerahkan dompet temuan kepihak kepolisian , itu tindakan yang bijaksana, pemilik dompet sangat kagum.
Polisi itu pun berhenti secara sejenak, dan pak Budiman menyambungkan pembicaraannya,
"Pemilik dompet itu seorang psikolog terkenal, Ia akan menyumbangkan buku-buku untuk mengoleksi perpustakaan kita.
"Yahuuuuu...," Sorak sorai bergempita, dan polisi pun langsung berpamitan
"Terima kasih anak-anak" Ucap pak polisi.
Sepulang sekolah Alin dijegat Asep dan Jaka, Alin tetap waspada , keduanya bermaksud usil kepadanya.
"Ada apa ?" Alin berkata kepada mereka.
"Kami berdua minta maaf" Jaka menunduk tersipu.
"Untuk apa? Kalian tidak punya salah."
"Gosip itu sengaja kami sebarkan karena....." Asep Menyenggol Jaka. Yang disenggol jadi ikut gugup, Alin tersenyum bijak.
"Eh begini, lin," kata iwan pelan. "Kami kira, pemilik dompet itu telah memberi kamu hadiah."
"Lo, kok sejauh itu? Mana buktinya?"
"Anu, itu... seminggu yang lalu kamu pakai tas baru."
"Hahahaha...."Alin tergelak geli. 
"Ya ampun itu bukan, sep, ka. Tas itu pemberian dari tante aku dari sulawesi. lain kali jangan asal nuduh dong !"
"Owh gitu maafkan kami ya Lin ?"
"Tentu saja, kita kan teman, ayo kita pulang!"
"Okeeee.... ayo kita pulang"
"Aku lagi konsentrasi nih siapa tahu menemukan barang berharga lagi" Jaka berkata dengan serius.
"Huuuuuu..." Asep dan Alin berteriak serempak.
Mereka pun pulang dengan hati yang gembira.
                                               ******Selesai******








0 komentar:

 

Waroenk Bersama Copyright © 2011-2014 Waroenk Bersama is Designed by REDAKSI WAROENK BERSAMA for WoodMag